Minggu, 15 Maret 2009

Karakter Tokoh…

Seorang cowo berperawakan cukup tinggi untuk ukuran standar pria, kulit wajah mulus, sering kali mendapat tawaran pemotretan.

Woow..tunggu dulu, cowo ini belum sesempurna yang dibayangkan… Rambutnya lepek bukan karena jelly rambut, tapi karena anti keramas. iiiich!! Style-nya yang selalu terlihat nyentrik dengan skinny jeans dan sepatu boots hitam kebanggannya yang nyerepet kalau orang Jerman bilang.

Satu yang perlu di garis bawahi iseng abisss. Dimana Bel’z berada, orang-orang dibuat tertawa ngakak.

Keunikan, kekocakkan, juga terkadang kepolosannya.

Jangan salah…diam-diam cowo yang satu ini juga exist malah terkadang kelewat aktiv kalau di kelas.

Penasaran?? Pengen tau tentang doi lebih lanjut??

Nama : Bel’z alias Raeky (“Raden Wiky” pemberian mama tercinta).
Tempat Lahir : Bandung asli.
Tanggal Lahir : 5 Juni 1985.
Tinggi Badan : 180 cm.
Berat Badan : 72 kg.
Status : Mahasiswa dan masih aja jomblo.
Hobby : Musik…yang fokus sebagai penggebuk drum, basketball, isengin
orang, keliling kota Bandung dengan motor merah tercinta.
Motto Hidup : Bikin sang mama bangga dan.. “Keep Exist”.

Walaupun statusnya mahasiswa yang masih aja jomblo, cowo satu ini nggak pernah ada sejarahnya tuk ngerasa sendiri. Sesibuk apapun teman-teman Bel’z masih punya temen setia yang selalu mengiringi kemanapun langkahnya menuju.

Dederrredeeerrrrrreeedett…
Kalau denger suara ini, pasti itu Bel’z!! Suara motor merah kurus yang katanya kutukan Harley Davidson, dengan helm penuh sticker nemplok menghiasi.

Tokoh cowo ini yang super cuek nyaris ngeyel, tapi juga punya cita-cita mulia. Kelak ingin sukses dengan tujuan utamanya mengangkat derajat mama tercinta yang sejak kecil seorang diri merawat Bel’z.

Salah satu usaha tuk menggenapi keinginan dan impiannya untuk sukses yaitu…bekerja keras membagi waktu antara kuliah dan bekerja. Apapun pekerjaan yang ada di terimanya, asalkan “halal”.

“Selamat Datang Bel’z!!”

“Selamat datang sebagai tokoh cowo dalam dunia menulis..."

Selasa, 10 Maret 2009

Paras Lugu BettyLa”Vina”

“Vina sayang…sabar ya, tenang, harus kuat. Memang tidak selamanya apa yang kita inginkan sesuai dengan apa yang kita harapkan” tutur Lody. Empat orang perempuan berkumpul dipojok ruangan kelas seusai kuliah berlangsung. Tiga pasang tangan erat nan lembut penuh kehangatan memeluk erat tubuh Vina yang tersungkur dilantai, dengan mata sembab penuh binar berkaca-kaca.

Vina… ya Vina seorang gadis berperawakan mungil dengan ciri khas kaca mata besar yang selalu tersenyum. Tubuhnya begitu kurus, matanya nampak terlihat sedikit cekung, rambut lurus selalu terurai dan berponi. Teman-temanmengenalnya sebagai pribadi yang polos dan begitu lugu.

“Mamaku meninggal, dan kondisi papa semakin buruk” bisik Vina dengan suara sayup. Saraf kejepit akut dibagian tulang punggung yang diderita papanya. HNP dokter menyebutnya dalam bahasa kedokteran. Serentak ketiga temannya tercengang. Begitu kaget dengan wajah pucat pasi. Tidak dapat dibayangkan, Bagaimana bila menimpa kita? Disaat peran seorang ibu begitu diharapkan dalam segala dukungan juga doa kasih ibu, ibu kita yang dikasihi Tuhan beristirahat dengan tenang disisiNya. Belum lagi keadaan ayah kita yang kurang baik bahkan semakin drop karena sakit. Bagaimana dengan adik-adik?? Siapa yang mengurus mereka?? Bukan hal yang mudah, walau hanya membayangkannya!

“Vin…masih ada kita disini. Papa juga adik-adik yang lain saling membutuhkan dorongan juga kekuatan melalui sebuah doa dan kebersamaan kalian sekeluarga. Tunjukan pada mereka, anak sulungnya kuat, pantang menyerah dan bisa diandalkan keluarga.” Erin menenangkan. “Vin alam ini adil, sebab penciptanyapun begitu adil, yakin itu Vin.” Lea menambahkan, sambil mengusap dada dan menghela nafas panjang.

Begitu berat beban yang dipikul Vina bagi anak-anak sebayanya. Tidak jarang wajahnya terlihat pilu tanpa garis senyum menghiasi garis pipinya. Bahkan rambut bagian depan tepat diatas wajahnya semakin menghilang karena rontok yang begitu parah yang disebabkan pikiran dan tingkat stress yang cukup tinggi juga tekanan hidup yang mengoyak batinnya.

Ketiga temannya yaitu Erin, Lea juga Lody tak henti-henti tuk selalu mengingatkan vina agar tidak putus-putusnya berusaha juga meminta pada Tuhan melalui doa. Tuhan memberikan yang terbaik, membukakan jalan keluar dari kepiluan dan pahitnya hidup ini. Tak jarang teman-teman Vina membantu juga melalui materi, bahkan sengaja menyisihkan uang jajan mereka untuk keperluan ayah Vina berobat dan terapi.

Kemanapun Vina melangkah tidak pernah Erin, Lea juga Lody meninggalkan seorang diri, diam sedikit pandangannya kosong dalam lamunan yang mendalam. Begitu indah dan beruntung memiliki teman-teman seperti mereka. Vina sering diajak ketiga temannya refreshing ke mall ataupun taman dibelakang kampus yang lebih cocok di bilang kebun siiih, walaupun hanya sekedar ngobrol dan saling bercerita hingga tertawa lepas yang tiada lain pasti karena lemotnya Lea nangkep jalan cerita. Ibarat dijalan tol, kita udah di kilometer 80, Lea masih aja di kilometer 20. Atau kalo kita mulai dari abjad A, B, C, D……kita udah nyampe L, Lea masih aja di urutan abjad D, kapan nyampe Z ya?!?!. Kebayang pusingnya kita ngomong harus di ulang-ulang karena ada nona manis yang belum ngerti-ngerti. Fiiiuuhhhh..

Hiiks hiiiiks.. terdengar tangisan sesegukan seorang perempuan diujung gang. Hiiks hiiiiiks... Makin lama terdengar jelas. Bulu kuduk memang terasa lumayan berdiri. Mata saling memandang.. “Pemberani Lody sibuk diperpustakaan lagi” ujar Lea sambil gemetar. Siapa yang menangis? Tumben lorong kampus dilantai dua itu mendadak sepi. Tidak satupun terihat penghuni kampus. “Turun yuuu” ajak Vina. Sambil gemetar Lea menarik tangan Erin dengan mata yang mulai berkaca-kaca “Rin..gimana kalo diujung gang itu tiba-tiba ada cewe baju putih yang muncul?!!”. “Suut!! Sompral, siang terik gini. Gimana kalo perempuan itu butuh bantuan?” ujar Erin tegas. “Kita cari tahu Rin” ajak Vina. Perlahan-lahan walau dengan gugup dan rasa takut akhirnya sampai dilorong. Lody!! Ketiganya serentak. Ada apa? Kenapa? Apa yang sakit? Katanya di perpustakaan?! “Heiiy guys tenang…biar Lody tarik nafas dulu” tegas Erin.

“Handphone ilang” Lody berkata dengan suara terputus-putus karena menangis. Haa? Yang baru itu? Tanya Vina histeris. Hati-hati Vina…kalo dikampus gini gimana bisa dicari..nggak mungkin kan satu kampus ini kita geledah. Coba inget-inget lagi!
Suasana terkontrol, keadaan mulai tenang. Pa Maman datang tuk menjemput Lody pulang.
Erin terlihat begitu kesal, tangannya mengepal ibarat petinju profesional. “Liat aja, ketauan siapa yang ngambil kepalan tangan ini buat dia!!” sahut Erin geram.

Hari senin kembali menghampiri. Minggu pertama di awal bulanOktober. Keempat sahabat ini berkumpul ditaman belakang kampus, tempat nongkrong favorit. “Eeeh liat itu!” Jari Telunjuk Vina mengarah kesebuah pohon mangga, ia berlari girang karena pohon mangga itu akhirnya berbuah. Yang lainnya ikut menghampiri Vina, berlari-lari diatas rumput hijau taman belakang kampus. “Aku aja yang loncat!” seru Vina. Haaap!! Buah mangga belum tertangkap tapi sudah ada yang terjatuh. Semua kepala menunduk kebawah.

“Sejak kapan pohon mangga berbuah Handphone??” celetuk Erin dengan wajah tegang.

Kenapa tidak ada yang tertawa? Itu sebuah lelucon kan? Ya itu lelucon terhebat yang diperankan si lugu Vina!
“Kenapa Handphone Lody ada disini?? Di antara kita?? Ketus Erin menatap tajam Vina. “Nggggaak kkkko, nggggaak apppa-aapa” Vina membantah dengan suara kaku.

Lody dan Lea berdiri disamping Erin, ketiganya menghadap ke arah Vina. Lody menunduk mengambil handhone yang terjatuh ditanah dari saku baju Vina. “Vin..kenapa?? Kenapa tega?? Aku nggak nyangka” ujar Lody terheran-heran. “Kamu butuh berapa? Kita bisa bantu! Tapi bukan seperti ini Vin! Aku kecewa” tambah Erin.
Tak satupun pertanyaan dijawab Vina.
Kriiing..kriiing.. Handphone Lea bordering. Sebuah pesan singkat sampai : “ini ka Lea? Aku Vonty ade ka Vina. Handphone ka Vina nggak bisa dihubungi. Tolong sampein, mama papa sejak tadi nunggu ka Vina dirumah”. Semua semakin heran. Tidak satupun dari ketiga teman Vina yang bisa mempercayai hal itu. Dengan gugup Vina mencoba membantah “bukan itu mama tiriku, aku lupa cerita kalau dirumah sekarang ada tambahan anggota keluarga baru”.

“Vin…sekarang juga kita kerumah kamu, aku pengen kenal dengan mama baru kamu” Ketus Erin tegas. Semua menuju parkiran untuk kerumah Vina. Stelah perjalanan yang lumayan panjang, dengan jalan yang naik turun dan berkelok-kelok akhirnya sampai.

Seorang ibu membukakan pintu rumah dengan senyuman. Semua masuk menuju ruang tamu dengan wajah tegang dan penuh tanya. Suasana sedikit pulih ketika seorang uibu tersebut menyuguhkan air minum dengan es batu didalamnya.

Vina masuk keruangan rumahnya. Saat tersadar Vina menghilang begitu saja. Kemana perginya? Secara sekonyong-konyong dengan begitu saja!? Sang ibu terheran dan bertanya-tanya “ada apa ini”.

Begitu tragis dan lihainya si polos nanlugu membodohi Erin, Lea juga Lody. Tidak hanya tenaga tapi juga bantuan berupa materipun disisihkan untuk Vina. Hal yang jauh lebih memilukan kedua orangtua kandung Vina harus mengetahui bahwa anak sulungnya begitu mengecewakan. Terlebih bagi sang ibu, ia di anggap sudah almarhumah, bahkan telah ada yang menggantikan dengan sosok ibu tiri.

Disamping sang ibu terlihat sosok pria yang begitu tegar dan kuat, ternyata sehat wal’afiat tanpa harus rutin ke dokter apalagi terapi saraf kejepit akut dibagian tulang belakang. Adik kecil dirumah itu yang tiada lain adalah adik kandung Vina berkata “uang Vonty sering hilang, terakhir handphone juga hilang begitu saja dirumah”.

“Sosok polos yang juga lugu membodohi kita” sahut Lody ketika menghampiri mobilnya saat akan kembali pulang. Ketiganya berpamitan pada keluarga tersebut dan memohon maaf atas kelancangan juga ketidak nyamanan yang tiba-tiba terjadi.

Suatu pengalaman juga pelajaran berharga bagi Erin, Lea dan Lody. Seperti sebuah tulisan : “pengalaman adalah guru yang paling bijak”.

Ya… alam ini adil, sebab penciptanya pun begitu adil.

Sarah??? Suara !!!

SUARA..!!! Dentuman suara seorang guru killer memenuhi ruangan, dengan seketika kegaduhan kelas mendadak hening tanpa ada yang memberanikan diri untuk berkata sepatah katapun.

Terdengar dengan jelas sebuah kursi bergeser memecah keheningan, bersamaan mata memandang ke belakang pojok kelas dari mana sumber suara. Berdiri seorang gadis tubuhnya gemetar dengan kepala tertunduk. Sarah… seorang gadis pendiam dan lugu yang sehari-harinya dihiasi dengan lebih banyak tersenyum. Begitu temen-teman mengenalnya. TIDAK..!!! Kakinya mulai melangkah, sang guru killer yang tepat berdiri di depan kelas memandang Sarah, seakan dengan kedua tanduk juga taringnya yang siap kapan saja mengayunkan tongkat saktinya, menyulap Sarah menjadi seekor kelinci.

Langkah kakinya semakin jelas, suara sepatu yang terseret di atas lantai ubin berjalan menuju depan kelas, tepat dimana seorang guru killer berdiri. Semua mata semakin terbelalak. Apa yang dilakukannya? Menghampiri sang guru killer sama halnya dengan terjun bebas dari sebuah gedung lantai 20.

Suasana kelas semakin hening, jangankan untuk menarik dan menghembuskan nafas, mengedipkan matapun akan ditahan seribu cara untuk tidak melewatkan sedikitpun adegan sepanjang sejarah ini.
Langkahnya terhenti!!! Tepat jarak satu meter di hadapan sang guru, dan kepalanya mulai terangkat. Suasana semakin menegangkan, Timbul pertanyaan-pertanyaan dalam benak apa yang dilakukanya? Hal bodoh apa yang akan Sarah lakukan? Karena bila sang guru marah besar, bukan hanya dia yang akan dirubah menjadi seekor kelinci. Ooooh no.!!

Suara Clara sayup-sayup nyaris tak terdengar, mengundang sang guru bereaksi dan berkata dengan suara lantang yang menggema : “ada apa? Bicara yang jelas!“. Dengan terbata-bata juga gemetar dan keringat dingin membasahi keningnya, Sarah mengulang kalimatnya yang terdengar sayup : “bapak memanggil saya?“. Semua penghuni ruangan kelas mengerutkan dahi tanpa menggambarkan adanya pemahaman. Tiba-tiba saja sang guru tertawa terbahak-bahak terlihat begitu puas, tetapi semua temen-temen Sarah belum mengerti bahkan sama sekali tidak paham, dahi pada kening mereka belum terlihat normal. Sang guru masih saja terus tertawa, memang nampak aneh bahkan langka, seorang guru yang di kenal killer bisa juga tertawa lepas. Ia pun berseru: “saya memanggil kamu Sarah??. Saya marah karena kelas ini begitu gaduh, tidak lama saya tinggal. Saya tidak menyebut Sarah!! Tetapi suara!!“. Semua saling berpandangan, suara gaduh kembali terjadi dan kali ini sang guru killer penyebab kegaduhan itu.

Dengan wajah merah dan pucat pasi karena malu, Sarah kembali ke kursi tahtanya dibelakang pojok kelas. Sejak saat itu Sarah mendapat predikat baru sebagai : “si polos peluluh guru killer”.



( : diangkat berdasarkan kisah nyata. Suatu peristiwa yang terjadi saat masih mengenakan seragam putih biru beberapa saat yang lalu, tepat dibangku SLTP kelas satu. )