Selasa, 10 Maret 2009

Paras Lugu BettyLa”Vina”

“Vina sayang…sabar ya, tenang, harus kuat. Memang tidak selamanya apa yang kita inginkan sesuai dengan apa yang kita harapkan” tutur Lody. Empat orang perempuan berkumpul dipojok ruangan kelas seusai kuliah berlangsung. Tiga pasang tangan erat nan lembut penuh kehangatan memeluk erat tubuh Vina yang tersungkur dilantai, dengan mata sembab penuh binar berkaca-kaca.

Vina… ya Vina seorang gadis berperawakan mungil dengan ciri khas kaca mata besar yang selalu tersenyum. Tubuhnya begitu kurus, matanya nampak terlihat sedikit cekung, rambut lurus selalu terurai dan berponi. Teman-temanmengenalnya sebagai pribadi yang polos dan begitu lugu.

“Mamaku meninggal, dan kondisi papa semakin buruk” bisik Vina dengan suara sayup. Saraf kejepit akut dibagian tulang punggung yang diderita papanya. HNP dokter menyebutnya dalam bahasa kedokteran. Serentak ketiga temannya tercengang. Begitu kaget dengan wajah pucat pasi. Tidak dapat dibayangkan, Bagaimana bila menimpa kita? Disaat peran seorang ibu begitu diharapkan dalam segala dukungan juga doa kasih ibu, ibu kita yang dikasihi Tuhan beristirahat dengan tenang disisiNya. Belum lagi keadaan ayah kita yang kurang baik bahkan semakin drop karena sakit. Bagaimana dengan adik-adik?? Siapa yang mengurus mereka?? Bukan hal yang mudah, walau hanya membayangkannya!

“Vin…masih ada kita disini. Papa juga adik-adik yang lain saling membutuhkan dorongan juga kekuatan melalui sebuah doa dan kebersamaan kalian sekeluarga. Tunjukan pada mereka, anak sulungnya kuat, pantang menyerah dan bisa diandalkan keluarga.” Erin menenangkan. “Vin alam ini adil, sebab penciptanyapun begitu adil, yakin itu Vin.” Lea menambahkan, sambil mengusap dada dan menghela nafas panjang.

Begitu berat beban yang dipikul Vina bagi anak-anak sebayanya. Tidak jarang wajahnya terlihat pilu tanpa garis senyum menghiasi garis pipinya. Bahkan rambut bagian depan tepat diatas wajahnya semakin menghilang karena rontok yang begitu parah yang disebabkan pikiran dan tingkat stress yang cukup tinggi juga tekanan hidup yang mengoyak batinnya.

Ketiga temannya yaitu Erin, Lea juga Lody tak henti-henti tuk selalu mengingatkan vina agar tidak putus-putusnya berusaha juga meminta pada Tuhan melalui doa. Tuhan memberikan yang terbaik, membukakan jalan keluar dari kepiluan dan pahitnya hidup ini. Tak jarang teman-teman Vina membantu juga melalui materi, bahkan sengaja menyisihkan uang jajan mereka untuk keperluan ayah Vina berobat dan terapi.

Kemanapun Vina melangkah tidak pernah Erin, Lea juga Lody meninggalkan seorang diri, diam sedikit pandangannya kosong dalam lamunan yang mendalam. Begitu indah dan beruntung memiliki teman-teman seperti mereka. Vina sering diajak ketiga temannya refreshing ke mall ataupun taman dibelakang kampus yang lebih cocok di bilang kebun siiih, walaupun hanya sekedar ngobrol dan saling bercerita hingga tertawa lepas yang tiada lain pasti karena lemotnya Lea nangkep jalan cerita. Ibarat dijalan tol, kita udah di kilometer 80, Lea masih aja di kilometer 20. Atau kalo kita mulai dari abjad A, B, C, D……kita udah nyampe L, Lea masih aja di urutan abjad D, kapan nyampe Z ya?!?!. Kebayang pusingnya kita ngomong harus di ulang-ulang karena ada nona manis yang belum ngerti-ngerti. Fiiiuuhhhh..

Hiiks hiiiiks.. terdengar tangisan sesegukan seorang perempuan diujung gang. Hiiks hiiiiiks... Makin lama terdengar jelas. Bulu kuduk memang terasa lumayan berdiri. Mata saling memandang.. “Pemberani Lody sibuk diperpustakaan lagi” ujar Lea sambil gemetar. Siapa yang menangis? Tumben lorong kampus dilantai dua itu mendadak sepi. Tidak satupun terihat penghuni kampus. “Turun yuuu” ajak Vina. Sambil gemetar Lea menarik tangan Erin dengan mata yang mulai berkaca-kaca “Rin..gimana kalo diujung gang itu tiba-tiba ada cewe baju putih yang muncul?!!”. “Suut!! Sompral, siang terik gini. Gimana kalo perempuan itu butuh bantuan?” ujar Erin tegas. “Kita cari tahu Rin” ajak Vina. Perlahan-lahan walau dengan gugup dan rasa takut akhirnya sampai dilorong. Lody!! Ketiganya serentak. Ada apa? Kenapa? Apa yang sakit? Katanya di perpustakaan?! “Heiiy guys tenang…biar Lody tarik nafas dulu” tegas Erin.

“Handphone ilang” Lody berkata dengan suara terputus-putus karena menangis. Haa? Yang baru itu? Tanya Vina histeris. Hati-hati Vina…kalo dikampus gini gimana bisa dicari..nggak mungkin kan satu kampus ini kita geledah. Coba inget-inget lagi!
Suasana terkontrol, keadaan mulai tenang. Pa Maman datang tuk menjemput Lody pulang.
Erin terlihat begitu kesal, tangannya mengepal ibarat petinju profesional. “Liat aja, ketauan siapa yang ngambil kepalan tangan ini buat dia!!” sahut Erin geram.

Hari senin kembali menghampiri. Minggu pertama di awal bulanOktober. Keempat sahabat ini berkumpul ditaman belakang kampus, tempat nongkrong favorit. “Eeeh liat itu!” Jari Telunjuk Vina mengarah kesebuah pohon mangga, ia berlari girang karena pohon mangga itu akhirnya berbuah. Yang lainnya ikut menghampiri Vina, berlari-lari diatas rumput hijau taman belakang kampus. “Aku aja yang loncat!” seru Vina. Haaap!! Buah mangga belum tertangkap tapi sudah ada yang terjatuh. Semua kepala menunduk kebawah.

“Sejak kapan pohon mangga berbuah Handphone??” celetuk Erin dengan wajah tegang.

Kenapa tidak ada yang tertawa? Itu sebuah lelucon kan? Ya itu lelucon terhebat yang diperankan si lugu Vina!
“Kenapa Handphone Lody ada disini?? Di antara kita?? Ketus Erin menatap tajam Vina. “Nggggaak kkkko, nggggaak apppa-aapa” Vina membantah dengan suara kaku.

Lody dan Lea berdiri disamping Erin, ketiganya menghadap ke arah Vina. Lody menunduk mengambil handhone yang terjatuh ditanah dari saku baju Vina. “Vin..kenapa?? Kenapa tega?? Aku nggak nyangka” ujar Lody terheran-heran. “Kamu butuh berapa? Kita bisa bantu! Tapi bukan seperti ini Vin! Aku kecewa” tambah Erin.
Tak satupun pertanyaan dijawab Vina.
Kriiing..kriiing.. Handphone Lea bordering. Sebuah pesan singkat sampai : “ini ka Lea? Aku Vonty ade ka Vina. Handphone ka Vina nggak bisa dihubungi. Tolong sampein, mama papa sejak tadi nunggu ka Vina dirumah”. Semua semakin heran. Tidak satupun dari ketiga teman Vina yang bisa mempercayai hal itu. Dengan gugup Vina mencoba membantah “bukan itu mama tiriku, aku lupa cerita kalau dirumah sekarang ada tambahan anggota keluarga baru”.

“Vin…sekarang juga kita kerumah kamu, aku pengen kenal dengan mama baru kamu” Ketus Erin tegas. Semua menuju parkiran untuk kerumah Vina. Stelah perjalanan yang lumayan panjang, dengan jalan yang naik turun dan berkelok-kelok akhirnya sampai.

Seorang ibu membukakan pintu rumah dengan senyuman. Semua masuk menuju ruang tamu dengan wajah tegang dan penuh tanya. Suasana sedikit pulih ketika seorang uibu tersebut menyuguhkan air minum dengan es batu didalamnya.

Vina masuk keruangan rumahnya. Saat tersadar Vina menghilang begitu saja. Kemana perginya? Secara sekonyong-konyong dengan begitu saja!? Sang ibu terheran dan bertanya-tanya “ada apa ini”.

Begitu tragis dan lihainya si polos nanlugu membodohi Erin, Lea juga Lody. Tidak hanya tenaga tapi juga bantuan berupa materipun disisihkan untuk Vina. Hal yang jauh lebih memilukan kedua orangtua kandung Vina harus mengetahui bahwa anak sulungnya begitu mengecewakan. Terlebih bagi sang ibu, ia di anggap sudah almarhumah, bahkan telah ada yang menggantikan dengan sosok ibu tiri.

Disamping sang ibu terlihat sosok pria yang begitu tegar dan kuat, ternyata sehat wal’afiat tanpa harus rutin ke dokter apalagi terapi saraf kejepit akut dibagian tulang belakang. Adik kecil dirumah itu yang tiada lain adalah adik kandung Vina berkata “uang Vonty sering hilang, terakhir handphone juga hilang begitu saja dirumah”.

“Sosok polos yang juga lugu membodohi kita” sahut Lody ketika menghampiri mobilnya saat akan kembali pulang. Ketiganya berpamitan pada keluarga tersebut dan memohon maaf atas kelancangan juga ketidak nyamanan yang tiba-tiba terjadi.

Suatu pengalaman juga pelajaran berharga bagi Erin, Lea dan Lody. Seperti sebuah tulisan : “pengalaman adalah guru yang paling bijak”.

Ya… alam ini adil, sebab penciptanya pun begitu adil.

Tidak ada komentar: